📢 Selamat datang di media JURNALPAPADAAN.blogspot.com, memasuki umur media JP yang akan mendekati 4 Tahun di bulan maret 2025 nanti, media JP akan terus berupaya meningkatkan performa website dan isi konten berita maupun lainnya, untuk itu kami menerima donasi untuk membangun media ini agar lebih profesional lagi, bantuan dapat dikirim via walet dana di nomer 085822262967. Atas bantuan anda semua kami ucapkan terimakasih
Our Feeds
Admin Jurnal Papadaan

Terjebak Cinta Gila Karya Padmi Asmadiwati

(Foto dilansir dari situs pixabay.com)


Plaaak.....!!!
"Aduh sakit tau..." Jeritku saat tangannya menampar mukaku.
"Makanya matanya jangan nakal gitu, ga bisa lihat cowok ganteng...!" katanya sambil menarik tanganku untuk segera pulang setelah selesai belanja di Matahari Mall.

Kami berdua akhirnya pulang. Di perjalanan aku diam saja menahan marah, aku merasa sakit hati ditampar seenaknya. Tangannya keras lagi seperti besi, mukaku terasa memar. Sakitnya bukan hanya karena kena tampar tetapi juga karena rasa malu karena di depan umum.

Dia kulihat seperti tak ada rasa bersalah. Dia asyik bernyanyi dan bersiul disepanjang jalan sambil menggandeng tanganku seperti  tak mau lepas. Aku diam saja, mau melepaskan tanganku rasanya sulit karena kuat sekali genggamannya, jadi aku pasrah saja, aku masih jengkel sama dia.

"Hei dik, kok dari tadi diam saja, marah ya sama aku?" tanyanya mencari perhatianku.
Aku masih tetap diam saja, aku malas menjawabnya.

Sampai akhirnya kami sampai rumah kos, aku langsung menuju kamar dan kututup rapat-rapat, aku ga mau diganggu dia. Entah apa yang dia pikirkan tentang aku.

Dia mengetuk kamarku kuat-kuat, tapi tetap tak kuhiraukan. Aku pura-pura tak mendengarnya.

Sampai keesokan harinya, aku bergegas ke kampus. Aku masih ingat peristiwa malam itu. Aku benci dia.

Dia yang kuanggap teman baik, sahabat bahkan seperti saudaraku sendiri, karena selama ini dia baik sama aku, sayang aku, perhatian sama aku, kukira dia tulus baik sama aku. Aku tak habis pikir, kenapa dia tega menamparku seperti itu hanya karena aku melihat cowok ganteng secara tak sengaja waktu berpapasan di tangga eskalator Matahari Mall malam itu.

Rasanya aku jadi males pulang ke kos, aku malas ketemu dia. Dia adalah tetangga kosku.

Tapi hari mulai malam, di kampus acara sudah selesai kuliah, aku bingung mau kemana.

Hingga akhirnya ada kaka kelasku menawarkan jasa baiknya padaku.

"Dik sudah mau malam kok ga pulang?"
"Iya nih mas, rasanya malas aja mau pulang ke kos."
"Kuantar kamu pulang yuk, sekalian aku mau ketempat kawanku searah dengan kosmu."
"Ga merepotkan mas."
"Ah enggak kok, ayo lekas naik." 

Akhirnya aku dibonceng mas Jon menuju kosku.

"Dik, boleh aku main ke kosmu."
"Eh ada apa mas, katanya tadi mau ke tempat teman mas."
"Mau main saja ke kosmu, kebetulan baru ada kesempatan tadi."

Yah terjebak aku, pikirku. Kenapa aku dengan mudah kena jebakannya.

Aku tahu dari dulu mas Jon pengen main ke kosku, tapi aku selalu menolak dengan berbagai alasan. Kenapa aku tadi mau saja dia boncengin aku. Mungkin karena perasaanku lagi kacau jadi aku ga pikir panjang.

Ya sudahlah yang terjadi terjadilah aku pasrah nasib saja.

"Kosku jelek mas," kembali aku mencari alasan.
"Ga apa-apa yang penting penghuni kosnya ga jelek," dia mulai menggodaku.
Sesampai di kosku, aku langsung turun dan mempersilakan mas Jon masuk ke ruang tamu.
"Bentar ya mas kubikinkan minum dulu."
"Ga usah repot-repot dik, sudah kamu di sini saja temani aku.

Akhirnya aku kembali duduk di hadapannya.

Baru saja duduk dan mulai mau bicara, tiba- tiba ada suara hentakan keras dari luar kosanku. Disusul suara braak, sepatu kets melayang di atas ruang tamu mengenai dinding tembok kosanku, karena kaget aku berdiri. Tiba-tiba aku dikejutkan oleh kehadirannya, si dia lagi berkacak pinggang di muka pintu.

Aku semakin jengkel dan marah dengan kelakuannya yang semakin kurang ajar.  Apalagi dia semakin gila seperti itu. Aku jadi malu sama mas Jon.

"Hei, kamu siapa, beraninya kamu apel kesini?" bentaknya hingga mas Jon kaget.
"Maaf, saya kakak kelas Denok, ya sudah kalau begitu saya pamit pulang."
Akhirnya mas Jon permisi pulang.

Aku semakin tak habis pikir atas kelakuannya.

Dia langsung marah sama aku. Tubuhku di pepetnya di dinding kamar tamu. Aku tak berdaya, tatapan matanya mengerikan, aku tak bisa bergerak, badanku panas dingin dia tatap mataku kuat-kuat, tangannya mencengkeram tubuhku.

"Tolong- tolong...," Aku teriak sekuat tenaga. Hingga semua teman kosku keluar.
"Ada apa nih, dik lepaskan dia...," kata mba kosku yang paling tertua di kos kami.

Akhirnya dia melepaskan aku dari cengkeramannya. 

"He hee, kami main-main aja kok."
Katanya kemudian dia pergi dan berlalu.
"Kamu ga apa-apa dik," tanya mba kos ku yang bernama mba Pur, dia paling tua dan paling lama menjadi penghuni kos kami.
"Eh engga apa-apa kok mba," jawabku pendek.
"Ya sudah kalau ga pa-pa, sudah kamu masuk kamar dik tenangkan hatimu."
"Iya mba makasih ya mba."

Setelah kejadian itu, sebulan dia tak main ke kosku. Kata temannya dia pulang ke kampungnya ada masalah keluarga katanya.

Aku merasa aman dan kembali ke rutinitasku di kampus dan sanggar.

Suatu ketika dia balik ke kos dia nampak baik sama aku, ga ada lagi marah dan kejengkelan. Kupikir dia sudah berubah.

Saat aku mau balik ke kampung, dia mau ikut, aku sudah melarangnya tapi dia nekat mau ikut. Ya sudahlah pikirku daripada berantem. Kami berdua balik naik bus kerumahku, sekitar 1 jam dari kos munuju kerumahku.

Sesampai di rumahku, ia disambut baik oleh keluargaku. Orangnya ramah dan baikan kata ibuku saat pertama ku kenalkan sama ibu.

Waktu malam tiba, sehabis makan malam seperti biasa kami sekeluarga nonton tv di ruang tengah. Bapak dan ibuku duduk di sofa. Aku dan dia duduk di tikar depan tv. Tiba-tiba tangannya memelukku kencang sekali. Aku malu sama bapak ibuku. Kulepaskan pelukannya, aku mulai menghindarinya dengan alasan aku kebelakang ambil minuman dan makanan kecil di dapur.

Kemudian ibuku tau-tau sudah berada di sampingku.

"Nok, tak baik seperti itu, kenapa dia peluk- peluk kamu?" sepertinya ibu melihat gelagat tak baik dari temanku.
"Iya bu, maaf, nanti kutegur dia."
Kemudian aku kembali keruang tengah bersama ibuku.

Mungkin perasaan ibuku ga enak melihat kedekatan aku dengan dia. Saat kami pamit mau ke kos, kembali ibu mengingatkan aku agar aku hati-hati dan ga boleh terlalu mesra atau akrab dengan dia.

Setiba di kos aku masih berpikir dan terasa terngiang-ngiang pesan ibuku. Aku berusaha mengambil cara gimana agar aku tak selalu berdua dengannya. Aku mulai menyibukkan diri di kampus agar tak sering ketemu dengannya.

Namun suatu malam ada mbak kosku kekamarku dan bercerita tentang dia.

"Dik, tumben sekarang kamu jarang di kos."
"Emang ada apa mba."
"Engga ada apa-apa sih, cuma kasihan tuh si dia mencari-cari terus setiap ke sini."
"Emang dia kesini terus mba?"
"Iya, dan kayak orang kehilangan banget, katanya dia kangen kamu, sampai-sampai dia ciumi fotomu dik yang ada di albumku."
"Hah, mosok kayak gitu mba?"

Aku tak habis pikir sampai segitunya, aku jadi semakin takut sama Dia.

"Dik kamu hati-hati ya sama dia."
"Mba aku jadi takut."
"Dia itu broken home dik, jadi kelakuannya seperti itu, mungkin karena lingkungan juga ya dia seperti itu, kasian sebenarnya."
"Mba aku sebenarnya ga ada apa-apa sama dia, cuma akhir-akhir ini kelakuannya aneh."
"Aneh gimana dik?"
"Ya itu, mba, setiap ada cowok yang apel sama aku, dia marah-marah, sampai-sampai dia pernah menamparku di Mall, gara-gara aku lelek-lelekan sama cowok."
"Ha haa, cemburu berarti dia dik."
"Cemburu gimana, maksudnya mba?"
"Sepertinya dia mencintaimu dik"
"Aduh mba gila apa?"
"Iya gila mungkin, kulihat setiap kamu ga ada, dia kalang kabut mencari, sampai fotomu diciumnya, apa ga gila itu, beruntung kamu dik banyak yang jatuh cinta, sampai diapun juga jatuh cinta sama kamu."

Mba Pur mulai meledekku. Tapi benar juga setelah kupikir-pikir, ada yang aneh dengan kelakuannya selama ini. Kenapa aku baru sadar ya. Peristiwa demi peristiwa, sampai ibuku saja sempat curiga, mas Jon kakak kelasku yang saat itu main ke kosku juga curiga sama dia. Tapi waktu itu aku belum menyadarinya. Kupikir hanya karena dia terlalu sayang sama aku hingga kelakuannya seperti itu.

Lama-lama aku tambah yakin akan kelakuannya kepadaku. Aku bingung apa yang harus aku lakukan. Tetap dekat dengannya aku jadi ikut gila, aku masih normal, aku selama ini terkekang karenanya, aku ga boleh pacaran sama si A si B dan si C, katanya nanti gini, gitu, mungkin itu caranya untuk mengendalikan aku dan aku terjebak olehnya.

Dari nasehat ibuku, mbak Pur teman kosku, teman kampusku, kakak kelasku, mereka semua menyarankan agar aku menjauhinya. Namun dia mengancamku, setiap aku akan menjauhinya. Dia terlalu berkuasa terhadapku. Sampai suatu saat dia menangis memelukku kuat-kuat saat aku mau pergi, dia menciumiku, aku semakin risih, kuhempaskan pelukannya sekuat tenagaku, aku menjerit, akhirnya dia melepaskan aku. Dia bilang tersiksa karena aku pergi meninggalkannya, dia bilang sangat butuh aku, tapi aku tak bisa, aku tak sanggup, aku ingin bebas darinya, aku ingin hidup dengan caraku sendiri. Aku punya cinta sama yang lain, aku ingin menjauh darinya.

Dengan kekuatan hati aku mencoba melupakannya, meninggalkannya, meskipun aku tau dia sangat menginginkan aku, karena dia bilang dia sangat mencintaiku. Tapi cinta macam apa pikirku. Aku tak sanggup mencintainya, cinta gila sungguh-sungguh gila, aku takut, aku benci, aku jijik. Ah, aku segera membuang jauh kenangan pahit dengannya. Aku harus segera pergi dan menjauhinya.

Dia berteriak memanggilku, tapi aku berusaha menutup rapat-rapat telingaku, aku tak akan menoleh kebelakang, aku takut karena rasa kasihan dan iba justru akan membuatku jatuh dalam pelukannya.

Aku semakin mempercepat langkahku menuju motor mas Jon yang sudah siap menungguku untuk mengantarkan aku pindah kos dari situ.

Disepanjang perjalanan mas Jon menggodaku.

"Hebat kamu dik sampai dia tergila-gila sama kamu."
"Ah jangan sebut lagi nama dia, aku turun nih."
"Jangan sayang..."
"Hei apa kau bilang mas."
"Sayang, jangan turun."

Kembali mas Jon mengucapkan itu keras-keras.

Aku jadi malu, juga kaget, kenapa sampai mas Jon bilang gitu sama aku. Keluar dari mulut macan, masuk ke mulut harimau pikirku.

"Dik, kok diam, melamunkan dia ya."

Kurang ajar pikirku, langsung aja kucubit pinggangnya karena meledek aku terus.
"Aduh sakit..sakit."

Mas Jon teriak kesakitan apa kesenengan ya pikirku.

Kemudian mas Jon menghentikan motornya di sisi taman kota.

"Loh mas kenapa berhenti disini?"
tanpa berkata-kata, tanganku ditariknya menuju taman dan kami duduk di taman itu.

"Ada yang mau kukatakan padamu dik," kembali tangannya memegang tanganku, tatapannya aduh terasa menusuk kerelung jiwaku yang paling dalam. Kupandangi mata itu, penuh dengan kasih sayang dan kedamaian serta ada kejujuran di sana.

"Dik, maukah kamu jadi pacarku?" tatapannya semakin membuat aku tak kuasa menahannya.

"Tolong jawab dik, kalau kamu tak mau jadi pacarku, aku akan menjauhimu, mungkin memang aku tak pantas jadi pacarmu."

Aku kembali terdiam, gimana aku menjawabnya, aku bingung dan malu.

"Kalau diam berarti iya kan, mau kan." 

Dia semakin mencari jawabanku dan terus memandangiku, hingga aku tertunduk malu.

Aku tau sudah lama dia baik sama aku, kata teman-temanku sudah lama mas Jon naksir aku, tapi aku orangnya bebas sering gonta ganti teman cowok, hingga mas Jon segan dan enggan mendekati aku, namun kini mas Jon memberanikan diri untuk menyatakan cintanya padaku.

Ya Tuhan harus bagaimana aku.

Akhirnya aku menganggukkan kepalaku tanda menyetujui untuk menjadikan mas Jon pacarku.

Sontak mas Jon meloncat kegirangan.

"Yes, terima kasih ya Allah telah kau kabulkan doa-doaku."

Kulihat hatinya berbunga-bunga mendengar jawabanku melalui isyarat anggukan kepalaku. 

"Makasih ya dik, mulai sekarang tak ada lagi yang mengganggumu, karena ada aku pengawal setiamu."
"Ah gombal kamu mas," jawabku malu-malu.
Sejak saat itu hari-hariku dipenuhi rasa kebahagiaan, mas Jon selalu ada untukku, selalu mengerti tentang aku.

Selamat tinggal cinta gila Romy, gadis tomboi yang ternyata lesbi, dia menganggap kalau aku juga mencintainya seperti dia mencintaiku. Mulanya aku tak tau kalau dia seperti itu, ternyata aku telah jadi korbannya, dia seolah berperan sebagai cowokku, dia terlalu mengharapkan agar aku jadi pacarnya. Pacar gilanya, aku masih normal, aku cewek normal yang terjebak oleh cintanya yang gila.

Syukur alhamdulillah aku masih terjaga, masih di lindungi Allah dan masih ada yang menerimaku apa adanya, makasih mas Jon yang telah lama memendam cintanya untukku dan dengan sabar menemani hari-hariku. Semoga cinta kita abadi selamanya.



****END****




BIODATA PENULIS

Sri Supadmi, S.Pd adalah nama asli dari Padmi Asmadiwati, lahir di Klaten Jawa Tengah, 09 Agustus 1973. Sarjana S1 UNY Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan. 

Alamat rumah: Jl. Valgoson, No. 34, Rt.5, Desa Binawara, Kec. Kusan Hulu, Tanah Bumbu, Kalsel.

WA : 081349680197, IG/FB : Padmi Asmadiwati, email: srisupadmi_smpn1khulu@yahoo.com



Editor : Ahmad Riyan Nailanie, S.Pd.






Subscribe to this Blog via Email :
Previous
Next Post »